Jumat, 25 September 2009

sekilas cerita dari Moonlight yg gue bikin!

Bab. I – Selamat Datang Untuk Kedua Kalinya

Suara deru mesin pesawat terbang begitu terasa ditelingaku. Aku berkali-kali memandang ke luar jendela pesawat terbang ini. Perasaanku berdebar-debar karena untuk kedua kalinya aku kembali ke kota ini, kota dimana seluruh kenangan masa kecilku tersisa. Aku merindukan hangatnya matahari pagi dan dinginnya malam.
“ Ryne?” Panggil seseorang disebelahku.
“ Ya, dad” Balasku masih berwajah berseri-seri.
“ Kau kelihatan senang sekali. Kau merindukan keluarga Kaizen?” Tanya Ayahku, William Hunter Ojo. Ia sepertinya dapat membaca pikiranku.
“ Begitulah. Sudah 6 tahun tak bertemu mereka” Jawabku sambil bernostalgia sendiri.
“ Baiklah, Ryne. Tapi.., sepertinya ayah hanya dapat mengatarmu sampai bandara saja karena ayah akan kau tahu kan pekerjaan ayah itu sebagai seorang ilmuan jadi tak dapat berdiam disuatu tempat” Ia mengatakannya dengan basa basi dulu walaupun demikian aku tahu apa yang akan di katakannya.
“Okay, dad. Aku mengerti, aku ini sudah 18 tahun jadi tak perlu dikhawatirkan lagi. Tentang uang makan aku sudah kerja sambilan sebagai penulis cerita lepas di OHM Magz!, kalau tentang biaya apartemen bukankah sudah kita bicarakan kemari lusa?” Tanyaku dengan nada santai.
“ Er- baiklah. Tapi, penghasilan sebagai penulis cerita bersambung tidak begitu banyak, Ryne. Apa kau yakin mau tinggal disana?” Lanjutnya dengan nada getir seakan aku segera mati.
“ Sangat yakin. Aku 3 tahun sejak kepindahan kita kesana aku sudah menulis cerita lepas untuk mereka dan uangnya aku minta sama mereka untuk di transfer ke rekening almarhum ibu atas namaku dan uang itu belum aku pakai seluruhnya, dad.” Kataku sedikit menurunkan volume nada bicara.
“ Oh, ke rekening Minne ya!?. Kalau begitu ayah mengerti, tapi ayah akan tetap kirim uang ke rekeningmu walau tak banyak” Ia terlihat sedikit jengkel dengan sikap keras kepalaku.
“ Tentu, dad.” Lanjutku kemudian mengalihkan pandaganku ke majalah yang baru kubeli di Berlin kemarin.
Beberapa jam kemudian kami tiba di New Ghostland International Airport. Aku kemudian berjalan mengambil koperku dan aku mengucapkan salam perpisahan untuk ayahku yang akan naik pesawat ke tujuannya yang asli. Ia sempat menangis karena akan meninggalkanku sendiri disini. Jujur, aku malu saat ia nangis tadi tapi aku mengerti kenapa ia begitu. Ia yang merawatku sendirian sejak aku umur 7 tahun karena Ibu meninggal akibat kecelakaan di laboratorium Uranium.
Sesaat kemudian aku berjalan keluar bandara mencari-cari taxi. Saat menemukannya aku langsung mengatakan kemana tujuanku. New Ghostland, sebuah kota yang luasnya kurang lebih 107,006 KM2. Bukan kota besar memang, tapi kota ini termasuk kota yang sangat sibuk dan memiliki fasilitas lengkap juga kota yang sangat hangat dan penduduknya sangat baik. Kota yang selalu cerah dan kota yang kepribadiannya sangat berbeda dengan namanya yang sedikit seram.
“ Yak, sudah sampai, nona. Lynx Apartemen” Kata Sopir taksi itu.
“ terima kasih. Ini uangnya kembaliannya ambil saja” Balasku dan langsung menyerahkan 45 lembar galleon.
“ Semoga hari anda menyenangkan, nona” kata Sopir taksi itu kemudian langsung melaju pergi saat aku sudah berada di depan pintu lobby apartemen.
Aku langsung berjalan cepat menuju meja resepsionis.
“ Selamat Sore, Nona” Sapa Resepsionis wanita itu ramah
“ Sore. Hmm, saya ingin mengambil kunci apartemen atas nama Ryne Kaitani Ojo” Balasku tanpa basa-basi.
“ tunggu sebentar, ya” Katanya yang langsung melihat data di komputer.
Aku memandangi lobby apartemen itu yang tampak sangat cerah dan sangat hangat tentunya, karena di beri sentuhan warna kuning dan orange di setiap sudutnya.
“ Ok. Ini kunci kamar apartemennya, Ms. Ojo. Kamar nomor 18 lantai dua” kata Resepsionis itu sambil menyerahkan sebuah kunci kamar.
“ Trims. Er-Jullie” Balasku sambil melirik name tag-nya.
Ia hanya tersenyum heran. Sedangkan aku sudah melenggangkan kaki dengan santainya menuju lift. Setiba di lantai dua aku mencari-cari kamar nomor 18 dan... Yapp.... Aku menemukannya. Saat masuk ke dalam kamar apartemenku aku segera melihat-lihat ada ruangan apa saja. Lantainya terbuat dari keramik warna nila, dindingnya dicat putih, apartemennya terdiri dari dua kamar tidur, kamar mandinya terletak di dalam masing-masing kamar tidur dan satu kamar mandi di dekat dapur. Dapurnya juga sangat bersih, peralatan masak, kompor, dan kulkas sudah tersedia dan tak terlewatkan juga satu meja makan dengan tiga kursi makan. Semuanya baru dan terlihat berkilauan. Ruang tamunya berukuran sedang, terdiri dari 4 sofa dan sebuah meja utama. Lalu ruang keluarganya terdiri dari satu sofa panjang, satu kursi malas, satu meja kecil dengan pesawat telphone warna biru, lalu meja berukuran sedang di depan TV flat berlayar datar 32”.
Aku langsung masuk kamar tidurnya dan meletakkan barang-barangku disana. Sedangkan aku merebahkan diriku di atas kasur yang sangat empuk.
Trrriiittt...
Handphoneku berdering. Aku segera mengangkatnya.
“ Halo?” Sapaku.
“ Halo, Ryne?. Kamu sudah sampai, nak?” Tanya Ayahku dari seberang sana.
“ Ya. Ayah sendiri?”
“ Ayah belum berangkat, karena ada problem dengan pesawatnya. Hei, besok kau harus datang ke Universitas Ursa Major dan sorenya kau harus ke rumah keluarga Kaizen untuk mengambil komputermu dan mobil pribadi untukmu, ayah sudah mempersiapkannya jauh-jauh hari.” Jawabnya panjang lebar.
“ Baik, dad.baik. Aku takkan lupa, kok. Kalau begitu sudah dulu ya, dad. Aku mau istirahat dulu. Bye” kata Ryne yang langsung menutup pembicaraan. Melemparkan handphone ku ke pinggir tempat tidur. Kemudian aku menatap langit-langit kamar dan akhirnya tertidur.
-hanya sekilas-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar